Pernyataan Ribka Tjiptaning mengenai almarhum Presiden Soeharto kini berujung panjang.
Setelah video potongan ucapannya viral di berbagai platform media sosial, sejumlah pihak mengajukan laporan ke kepolisian.
Kasus ini sontak menimbulkan gelombang reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari politisi, akademisi, hingga masyarakat umum.
Reaksi Cepat Dunia Maya
Di dunia maya, topik “Ribka Tjiptaning” langsung menduduki jajaran trending.
Warganet terbelah dalam dua kubu besar: satu menilai pernyataan Ribka sebagai bentuk kebebasan berekspresi, sementara yang lain menganggap ucapannya melewati batas etika.
Beberapa akun media sosial politik bahkan membuat jajak pendapat tentang apakah kritik terhadap tokoh sejarah harus dibatasi oleh hukum.
“Kalau semua kritik dianggap hinaan, demokrasi mau dibawa ke mana?” tulis seorang pengguna X.
Namun di sisi lain, muncul komentar yang meminta agar tokoh politik berhati-hati dalam berbicara di ruang publik karena setiap ucapan bisa menimbulkan dampak luas.
Dukungan dari PDI Perjuangan
Dari internal partai, sejumlah politikus PDI-P menyatakan pembelaannya terhadap Ribka.
Mereka menilai laporan hukum itu terlalu jauh dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.
Menurut mereka, konteks pernyataan Ribka adalah refleksi sosial yang justru membuka ruang diskusi tentang sejarah masa lalu bangsa.
Seorang anggota DPR dari fraksi PDI-P menyebut, “Ibu Ribka tidak menjelekkan siapa pun, beliau hanya mengingatkan publik agar tidak melupakan masa lalu yang penuh pelajaran.”
Pernyataan itu menegaskan bahwa partai tetap mendukung kadernya di tengah tekanan publik.
Tanggapan dari Pengamat Politik
Pengamat politik menilai situasi ini mencerminkan sensitifnya isu sejarah di Indonesia.
Bagi sebagian pihak, menyebut nama Soeharto masih dianggap menyentuh memori yang kompleks — antara nostalgia dan luka masa lalu.
Karenanya, wajar bila setiap ucapan publik tentang sosok tersebut bisa memicu perdebatan panjang.
Menurut salah satu pengamat dari Universitas Indonesia, “Pernyataan Ribka menjadi ujian bagi kebebasan berbicara. Kita perlu memastikan kritik tidak dipidanakan, selama konteksnya bukan penghinaan.”
Publik Diminta Tenang
Sementara itu, aparat kepolisian mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh potongan video yang beredar.
Polisi menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan secara profesional berdasarkan bukti dan konteks utuh dari ucapan tersebut.
Langkah ini diharapkan bisa meredam polarisasi yang mulai mengeras di masyarakat.
Menimbang Kematangan Demokrasi
Polemik ini menjadi refleksi penting tentang sejauh mana demokrasi Indonesia mampu menampung perbedaan pendapat.
Perdebatan seputar pernyataan Ribka tidak lagi hanya soal siapa benar atau salah, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat memandang kebebasan berbicara di tengah politik yang sensitif.
Jika dikelola dengan bijak, perbedaan pandangan ini justru dapat memperkaya wacana publik.
Namun jika dibiarkan tanpa arah, ia bisa menimbulkan perpecahan sosial yang tidak perlu.




